Masalah Logistik Sangat Kompleks
Jakarta -
Sistem logistik nasional yang belum memadai masih menjadi batu sandungan bagi
para pengusaha dalam menjalani aktivitas bisnisnya di Indonesia. Kondisi
tersebut berdampak negatif bagi daya saing produk dalam negeri.
Menurut
Pendiri Supply Chain Indonesia (SCI), Setijadi, sistem logistik Indonesia belum
mampu berperan sebagaimana mestinya meskipun peran utamanya sebagai pendukung
konektivitas antar wilayah demi mencapai kesejahteraan masyarakat. "Indikasi
persoalan ini dapat dilihat dari ketersediaan tingkat harga, fluktuasi harga
dan disparitas harga antar wilayah untuk beberapa barang, komoditas pokok dan
strategis di Indonesia.
Imbasnya terhadap biaya dan mempengaruhi daya saing
barang baik di dalam maupun luar negeri," kata Setijadi. Masalah di
dalam sistem logistik Indonesia, tambah dia, sangat kompleks karena berbagai
faktor, seperti keragaman komoditas, luas wilayah dan kondisi geografis,
kondisi infrastruktur, dan sebagainya. Faktor lainnya
adalah banyak pihak terkait dengan berbagai kepentingan dalam sistem logistik,
seperti beberapa kementerian dan instansi di tingkat pusat, pemerintah daerah,
BUMN, perusahaan swasta, dan lainnya.
Sementara itu,
Setijadi menambahkan, implementasi Blue Print Pengembangan Sistem Logistik
Nasional (Sislognas) sejak dua tahun lalu belum sesuai harapan. Padahal blue
print ini telah rilis 5 Maret lalu melalui Keputusan Presiden Nomor 26/2012
tanggal 5 Maret 2012."Kendala implementasi Sislognas adalah komitmen para
pihak terkait dalam pengembangan logistik nasional, terkait itikad para pihak
untuk menjalankan arah kebijakan dan strategi dalam mewujudkan tujuan Sislognas
pada 2025," ujarnya. Di tingkat
pemerintah pusat, lanjut Setijadi, komitmen ini diperlukan dari pemerintah
daerah, Badan Umum Milk Negara (BUMN) dan swasta sebagai pelaku dan penyedia
jasa logistik, selain asosiasi dan pihak lain.
Masalah lain
yang menjadi fokus perhatian, kata Setijadi, evaluasi dan pengawasan dalam
implementasi Sislognas, seperti perencanaan dan pembangunan infrastruktur
logistik, maupun dalam kegiatan operasionalnya. Dalam tahap operasional,
evaluasi dan pengawasan diperlukan berkaitan dengan kinerja pelayanan yang pada
akhirnya dapat merugikan para pengguna tersebut.
Penguatan
Logistik
Sementara itu,
Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat menjelaskan, untuk meningkatkan daya
saing industri nasional dibutuhkan dukungan berbagai pihak. Salah satunya
adalah sistem logistik yang efisien dan efektif. Pasalnya, negara kepulauan yang luas seperti
Indonesia, penguatan sistem logistik harus dengan cara menyeimbangkan jumlah
angkutan kargo atau komoditas antar wilayah melalui pembangunan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru secara progresif dan massif.
Menurut
Menperin, pengembangan sistem logistik nasional dapat dilakukan dengan membuat
konektivitas atau keterhubungan pusat-pusat kegiatan ekonomi antar koridor,
wilayah, pulau, kota, desa, orang, serta pusat–pusat produksi domestik ke pasar
nasional dan internasional melalui penyediaan infrastruktur logistik secara
efektif dan efisien.
Oleh karena
itu, Sistem Logistik Nasional perlu diperkuat untuk mengelola dan
mengkoordinasikan komponen penyusun sistem logistik yang meliputi komoditas,
SDM, Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik, Infrastruktur dan Teknologi, dan
Regulasi dan Kebijakan dalam rangka menata dan mengelola pergerakan barang atau
komoditas dari wilayah penghasil ke wilayah konsumen secara efektif dan efisien
untuk membangun daya saing nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam
pembangunan pusat-pusat pertumbuhan industri yang baru, Kementerian
Perindustrian telah menginisiasi dengan menyusun Master Plan dan Rencana
Strategis beberapa kawasan industri, di antaranya adalah Kawasan Ekonomi Khusus
Sei Mangkei, dan Kawasan Industri Kuala Tanjung di Sumatera Utara serta Kawasan
Industri Bitung di Sulawesi Utara. Pembangunan kawasan industri tersebut,
diintegrasikan dengan infrastruktur dasar dan berbagai komponen sistem
logistik, salah satunya adalah Pelabuhan Kuala Tanjung.
Pelabuhan
Kuala Tanjung di Selat Malaka memiliki akses langsung pengapalan dengan volume
110-120 ribu pelayaran per tahun. Pelabuhan Kuala Tanjung dan aset jaringan
intermoda yang terbangun di Sumatera Utara, diharapkan mengurangi
ketergantungan absolut logistik terhadap Malaysia (Port Klang-Tanjung Pelepas)
dan Singapura (Port of Singapore). Pelabuhan Kuala Tanjung memiliki kapasitas
(dermaga A & B ) 2×30.000 DWT, dan bisa dikembangkan menjadi 50.000 DWT.
Lokasi Strategis Pelabuhan Kuala Tanjung menjadikan kawasan sebagai modal dasar untuk akses logistik ke
pasar dunia.
Di dalam
MP3EI, Kuala Tanjung merupakan salah satu dari sistem logistik nasional melalui
pengembangan pelabuhan Hub Internasional yang juga untuk menunjang KEK Sei
Mangkei. Pengembangan kawasan industri di Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara
menjadi satu kebutuhan untuk merespon dinamika yang ada.
Sumber: http://www.neraca.co.id/harian/article/34793/Masalah.Sistem.Logistik.Sangat.Kompleks
Comments